“Aku belum mengumpulkan tugas,” kata Jehan kepada Atika.
“Kenapa? Kalau aku sudah ngumpul kemarin. Awas, loh! Jika ditunda-tunda nanti pekerjaan kita menumpuk,” timpal Atika kepada sahabatnya itu.
“Sebenarnya sih sudah aku tulis. Catatan dan jawaban soal-soal kemarin sudah aku kerjakan. Tapi, aku tidak punya paket. Jadi, aku belum bisa mengirimkan tugasnya kepada Pak Antok.”Jehan menceritakan kesulitan yang dialaminya kepada Atika.
“Nggak punya paket ya beli, dong! Jangan-jangan paketmu habis buat Tik Tok-an,” tukas Atika.
“Ngawur, aku nggak pasang aplikasi Tik Tok lah. Lagi pula, untuk apa juga Tik Tok-an. Mamak aku sedang nggak punya duit. Bapak juga belum gajian. Kata bapakku, buruh bangunan itu gajiannya hari Sabtu. Warung lotek mamakku sedang sepi,” jelas Jehan memberikan alasan.
“Tolong, dong. Tanyakan ke Pak Antok, kalau ngirim tugas dengan hape teman boleh nggak?” pinta Jehan kepada Atika.
“Oh, gitu. Bentar, ya!” Atika pun segera menulis pesan di WA. Isinya menanyakan apakah tugas Jehan boleh dikirimkan dengan HP kepunyaannya.
~Boleh, Atika. Silakan foto dan kirimkan kepada saya. Jangan lupa, catatannya diberi nama~
“Nih, baca sendiri!” kata Atika kepada Jehan sambal menyodorkan HP-nya.
“Alhamdulillaah, aku pulang dulu ya, Tik. Sesudah mandi sore aku ke sini lagi ya?” ucap Jehan sambal berpamitan.
Atika mengangguk. Perlahan punggung Jehan menghilang di kejauhan. Atika masuk ke rumah. Setelah menyimpan hapenya ke dalam lemari, ia bergegas ke belakang rumah karena ibunya memanggil.
***
Setelah mandi sore, Jehan bermaksud ke rumah Atika. Setelah mengambil masker, ia pun segera bersepeda ke rumah Atika. Rumah mereka berdua sebenanrnya tidak terlalu jauh, namun bila ditempuh dengan bersepeda bisa menghemat waktu.
“Tiiiika, Atiiika …!” panggil Jehan di depan rumah Atika.
Lama tidak terdengar jawaban. Ia pun mengulangi memanggil sahabatnya itu.
“Tiiika, Atiiika …!”
Tida juga ada jawaban. Ia pun turun dari sepeda. Perlahan, ia mendekat ke pintu rumah Atika. Lalu dengan tangannya ia mengetuk pintu sambil mengucapkan salam.
“Tok … tok … tok …! Assalaamu’alaikum!” terdengar bunyi pintu bergantian dengan salam dari Jehan.
Setelah dua kali mengetuk pintu, tiba-tiba muncul seorang perempuan paruh baya dari sebelah rumah Atyka.
“Atika dibawa ke Puskesmas, Nak. Kakinya tertusuk paku dekat kandang ayam belakang rumahnya tadi,” jelas perempuan seusia neneknya.
“Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’un, Atika! Terima kasih, Nek. Saya akan menyusul ke puskesmas!” seru Jehan.
Puskesmas itu tidak begitu jauh dari rumah Atika. Pusat Kesehatan Masyarakat itu masih satu kelurahan dengan tempat tinggal Atika. Jehan memacu sepedanya cepat-cepat. Ia ingin segera bertemu dengan sahabatnya.
“Semoga kaki Atika tidak parah,” batin Jehan.
Tidak lama kemudian, Jehan pun sampai di Puskesmas Mangunharjo. Setelah ia memarkirkan sepedanya di tempat parkir, ia pun segera ke ruang rawat inap. Ia sudah cukup hapal. Ibunya pernah dirawat di sini ketika melahirkan adiknya.
“Bu, boleh saya bertemu dengan pasien bernama Atika?” tanya Jehan kepada petugas.
“Adik ini, siapa?” tanya petugas pula.
“Saya temannya, Bu. Tadi ke rumahnya, ketuk-ketuk pintu tidak ada orang. Kata nenek sebelah rumah, Atika dirawat di sini karena kakinya luka,” jelas Jehan.
Akhirnya, dengan diantar petugas, Jehan menemui Atika.
“Maaf, Jehan. Aku tidak bisa menolongmu,” kata Atika lirih. Bibirnya terlihat seperti sedang menahan rasa sakit.
“Nggak papa kok, Tik. Maaf kan aku juga, telah merepotkan kamu. O ya, bagaimana lukanya, Bu De?” jawab Jehan seraya bertanya kepada ibu Atika.
“Tidak apa-apa, hanya perlu dibersihkan dan dibalut agar tidak infeksi. Kalau tidak demam, besok Atika sudah boleh pulang,” jelas ibu Atika.
“O ya, katanya mau ngirim tugas ke pak guru? Sini Bu De fotokan. Atika tadi siang menceritakan kesulitanmu.” Ibu Atika menawarkan diri untuk membantu mengirimkan tugas kepada gurunya.
“Terima kasih, Bu De, tidak usah. Besok lain kali saja. Yang penting, Atika sembuh dulu,” jawab Jehan dengan sopan.
“Nah, pulangah. Nanti orang tuamu cemas. Hari ini sudah sore. Doakan Atika cepat sembuh, ya?” kata ibu Atika memberi nasihat.
“Iya, Bu De. Saya pamit dulu. Atika, aku pulang dulu, ya. Semoga cepat sembuh, sabahabatku,” kata Jehan berpamitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar