Guru Merdeka Itu Bernama Didik, Hajar, Bimbim, Ara, Ati, Nila, dan Eva

 



Hari ini, hari kelima PTM di sekolah Pak Didik. Terlihat wajah cerah Pak Didik, guru Matematika SMP 1 Cipanas. Betapa tidak, ketika pembelajaran jarak jauh kemarin, ia kadang dibuat kesal oleh ulah sebagian peserta didiknya.

Sebagian peserta didiknya absen ketika ia mengajak belajar secara sinkronus dengan aplikasi Zoom. Mereka yang hadir pun kadang susah sekali diajak menyalakan video. Alhasil, ia seperti bicara sendiri. Ya, meskipun secara de facto ia bicara sendiri di depan laptop hadi lomba blog beberapa waktu lalu, namun sesungguhnya ia sedang melakukan pertemuan meskipun secara virtual. 

Setelah menghubungi para orang tua melalui WA, meminta dukungan kepada mereka agar ketika Zoom mereka berpakaian seragam. Pak Didik bukanya mau merampas kemerdekaan para peserta didiknya dalam berpakaian, namun hal ini ia lakukan semata-mata dengan motif mendidik. Ia ingin anak-anak di kelasnya memiliki karakter yang baik: bertanggung jawab, disiplin, dan jujur. 

Pada masa PPKM ia beserta anak-anak di kelasnya mulai menikmati suasana sekolah yang luar biasa. Meskipun melalui Zoom, ia dapat berkumpul dengan seluruh siswa kelas 8 tanpa hambatan. Satu dua orang yang meminta izin, tentu ia izinkan. Anak-anak yang bolos, persentasenya berangsur menurun. 

Pak Didik pun tersenyum jika ingat “protes” orang tua melalui video yang banyak dibagikan di grup WA. Si ibu meminta agar jangan memberi tugas tanpa memberi ‘tutor’ lebih dulu, terutama pelajaran matematika. 

Sebagai pendidik, ia telah melakukannya jauh sebelum video ibu-ibu protes itu beredar. Ia tidak ingin anak-anaknya tumbuh tanpa karakter yang baik. Makanya ia gusar ketika ada anak yang tidak ikut Zoom, tidak mengirimkan tugas melalui Classroom, tidak mengirimkan foto bukti sedang belajar antara pukul 08.00 hingga 12.00 pada waktu mereka harus belajar matematika.

Apalagi, sejak konsep merdeka belajar diluncurkan Pak Menteri, ia semakin ringan dari beban administrasi pembelajaran. 

Pak Hajar yang Pandai Mengajar

Pak Hajar, lelaki berkumis dan berambut ikal itu kolega Pak Didik, sama-sama mengajar mata pelajaran matematika. Jika pak Didik mengajar kelas delapan, pak Hajar mengajar kelas tujuh. Ya, ia mengajar para siswa yang baru lulus dari bangku sekolah dasar.

Pak Hajar tahu betul. Kebijakan “Merdeka Belajar” tidak membolehkan ada seleksi masuk bagi calon siswa SMP-nya. Oleh karena itu, tidak heran jika ia mendapati beberapa anak yang masih juga belum hapal perkalian, kebingungan dalam melakukan operasi pembagian, kesulitan dalam mengubah satuan panjang, dan sebagainya. 

Sebagai guru yang sudah cukup lama, Pak Hajar paham sekali bahwa matematika bukan pelajaran yang hanya dihapal melainkan harus dipahami. Ia pun teringat dengan Konfusius, seorang filsuf dari Cina. Ia mengatakan bahwa, saya mendengar dan saya lupa, saya melihat dan saya ingat, saya melakukan dan saya mengerti.

Jadi, kalau ia mengajar hanya bercerita saja, anak-anak didiknya niscaya akan segera lupa. Jika ia membawa gambar atau benda, daya ingatan anak-anak terbantu dengan melihat benda-benda itu. Jika mereka melakukan, maka anak-anak akan paham atau mengerti.

Maka, tidak heran jika Pak Hajar sering mengajak anak-anak didik yang baru saja masuk menjadi murid SMP membuat sesuatu, seperti pelajaran prakarya. Pak Hajar mengajak anak membawa kertas origami. Ia mengajak mereka membuat tiruan katak dengan melipat-lipat kertas origami. Setelah itu, katak-katak yang dibuat dipakai Pak Hajar untuk melompat pada garis bilangan. Penjumlahn, pengurangan, dan perkalian bilangan bulat dapat dipahami dengan baik oleh anak-anak.

Demikian pula ketika ia menjelaskan tentang lingkaran. Pak Hajar menghindari menggambar di papan tulis. Ia malah menyuruh anak membawa nyiru lalu mengajak anak-anak mengamati dan menunjukkan unsur-unsur lingkaran. Pak Hajar tidak lagi menjadi guru matematika yang “disiplin”, kaku, dan suka menghukum anak yang tidak membuat PR. Ia mengajar dengan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Ia pun tidak membatasi anak-anak belajar di meja masing-masing. Kadang di lantai, tidak jarang mengajak anak-anak keluar kelas. 

Ketika pandemi, meskipun belajar jarak jauh, ia tidak sekedar memberi tugas. Ia pun meminta anak-anak membuat benda-benda yang ia contohkan melalui video Youtube yang ia perankan sendiri. Pada masa PPKM Pak Hajar semakin merdeka mengekspresikan gaya mengajarnya. Meskipun belum tatap muka ia berusaha agar kedekatan dengan muridnya tetap terjaga.  

Cerita Pak Bimbim

Pak Bimbim adalah guru BK (Bimbingan dan Konseling) di SMP 1 Cipanas. Anak-anak SMP 1 Cipanas beruntung memiliki guru BK seperti Pak Bimbim. Selain parasnya yang tampan, pribadinya pun menyenangkan. 

Guru BK, di mata anak selama ini terkesan angker. Guru BK sering diidentikkan dengan guru yang suka menghukum, sering memanggil siswa-siswa yang bermasalah. Padahal, seorang guru BK (Bimbingan dan Konseling memiliki banyak peran di lingkungan sekolah. Ia tidak hanya mengurusi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan siswa di sekolah. 

Guru BK, sesuai namanya, ia adalah orang yang memberikan bimbingan kepada siswa. Bimbingan itu sendiri bermacam variasi definisinya. Inti dari bimbingan adalah pemberian bantuan kepada peserta didik (secara individua tau kelompok). Bantuan itu diberikan agar mereka mampu memahami dirinya. Kemampuan memahami dirinya itu digunakan sebagai kekuatan untuk mengembangkan diri secara optimal berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya, sekarang dan yang akan datang.

Dalam memberikan bimbingannya, guru BK menjalin hubungan pribadi secara professional yang erat melalui wawancara dengan tatap muka. Guru BK sebagai konselor, siswa yang bermasalah sebagai konseli atau klien. Wawancara itu untuk membantu siswa atau peserta didik memahami dirinya untuk mencapai perkembangan yang optimal.

Pak Bimbim sangat memahami itu. Pak Bimbim selain berperan sebagai pembimbing dan konselor, ia juga sebagai mediator. Pak Bimbim adalah mediator antara sekolah dan orang tua atau wali peserta didik. 

Ya, bukankah sekolah adalah tempat Pendidikan kedua bagi anak. Orang tua atau wali adalah pendidik pertama dan utama di rumah. Mediasi antara orang tua dan sekolah diperlukan agar anak-anak tersebut mendapatkan tindak lanjut oleh orang tua.

Proses pendidikan yang dilakukan oleh Pak Didik yang tidak hanya sekedar mengajar materi pelajaran matematika, diperkuat oleh peran Pak Bimbim, guru BK yang ramah dan peduli. Ia tidak menunggu siswa mengalami masalah. Ia pun aktif melakkan pendekatan kepada siswa untuk mencegah mereka mengalami masalah. Sekolah sebagai wahana pendidikan karakter, harus senantiasa mengembangkan jiwa budi pekerti luhur yang tercermin dalam profil pelajar Pancasila.

Bu Ara yang Telaten

Bu Ara guru yang serba bisa. Ia jago menulis puisi. Puisi bebas maupun puisi yang terikat dengan banyak baris dan rima sudah banyak tercipta dari tangan terampilnya. Selian itu, ia juga terampil pada kegiatan prakarya. 

Ia mampu menyulap barang bekas yang ada di lingkungannya menjadi benda-benda bernilai tambah. Koran langganan sekolahnya ia sulap menjadi mode baju. Bersama anak-anak kelas 8, Bu Ara membuat mode baju. Sebelum pandemi, hasil karya mereka acapkali dipamerkan di sekolah. Belum lagi kerajinan dari koran lainnya seperti keranjang sampah, kotak pensil, dan lain-lain.



Kepandaian Bu Ara tidak hanya untuk dirinya. Ia pun pandai mengarahkan anak-anak didiknya untuk ikut belajar memanfaatkan barang bekas di lingkungannya. Ia memberi contoh barang kerajinan yang dibuatnya. Bu Ara pun mengajari cara membuatnya. Namun, sekali-kali ia tidak pernah mencegah anak-anak didiknya untuk berkreasi. Mengombinasikan warna, jika ada. Meskipun terlihat kurang harmonis, ia tidak menegur. Bahkan ia memberi semangat agar jangan takut hasilnya jelek.

“Yang menilai kita itu orang lain, Anak-anakku. Ada yang mengatakan bagus, ada yang menilai lumayan, bahkan ada yang mencibir,” kata Bu Ara suatu ketika.

“Jika mendapat pujian, jangan tinggi hati. Terus berusaha mempertahankan bahkan meningkatkan mutu hasil karya kita. Jika ada yang mencibir, jadikan pelajaran untuk memperbaiki. Begitulah kehidupan. Semangat, ya!” Bu Ara menambahkan.

Bu Ati Pelatih Drumband yang Mumpuni

Bu Ati adalah guru bahasa Indonesia, tetapi beliau memiliki kemampuan melatih anak-anak memainkan instrumen drumband. Pandai sekali ia memadukan alat musik tanpa nada itu dengan alat musik bernada seperti rekorder, pianika, maupun marching bell. 

Entahlah, intuisinya dalam bermusik begitu mumpuni. Di tangan Bu Ati, grup drumband sekolahnya selalu tampil memukau ketika anak-anak didiknya melakukan display pada acara-acara tertentu.

Sayang, pandemi Covid-19 membuat regu drumband pimpinan Bu Ati harus terhenti. Peralatan drumband teronggok di gudang. Bass drum, snare drum, symbal, marching bell, tenore, dan tongkat mayoret tak kuasa memanggil para tuan penabuhnya. Bahkan satu demi satu para pemain drumband kini sudah tamat dan melanjutkan Pendidikan di SMA, ia masih tersusun di atas rak dalam gudang. Jika tidak karena kasih sayang Bu Ati, mereka teronggok sebagai benda mati. Bu Ati sang pelatih sesekali menurunkan mereka dan membersihkannya dari debu yag menempel.

Bu Nila dan Bu Eva

Selain Bu Ati, ada sosok guru perempuan yang tidak kalah hebat. Mereka adalah Bu Nila dan Bu Eva. Bu Nila guru IPA, namun kemampuan berbahasanya sangat bagus. Tidak jarang, para guru meminta bantuannya untuk melakukan uji baca (proofreading) soal-soal yang dibuatnya. Berkat kemampuannya dalam melakukan uji baca untuk soal-soal ulangan yang akan diberikan kepada siswa, mutu soal di SMP 1 Cipanas sangat baik. 

Bu Nila piawai dalam menilai. Meskipun bukan pelajaran yang diampunya, ia mampu memahami sehingga soal yang diberikan kepada siswa adalah soal yang baik. Soal itu tidak menimbulkan kebingungan pada peserta didik.

Jika bu Nila pandai dalam menilai dan menyusun soal-soal, bu Eva mumpuni dalam menganalisis sesuatu. Dari analisi yang dilakukan, Bu Eva dapat menjabarkan kesimpulan dan melakukan refleksi. Hasil telaah tersebut menjadi rujukan rekan-rekannya untuk mampu melakukan hal yang sama.

Apa yang dimiliki oleh para guru di SMP 1 Cipanas itu: Pak Didik, Pak Hajar, Pak Bimbim, Bu Ara, Bu Ati, Bu Nila, dan Bu Eva adalah gambaran kesempurnaan seorang guru. Dalam pasal 1 Undang-Undang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan Dosen, yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Ingat, ya! Tugas guru menurut UU itu adalah "Didik, Hajar, Bimbim, Ara, Ati, Nila, dan Eva. Biar nggak lupa.

Salam Pendidik,

PakDSus

Share:

4 komentar:

  1. Luar biasa, itulah makna merdeka bahi guru, kita pun merdeka mengembangkan kemampuan diri. Selaim tetap menjalankan tugas utama.

    BalasHapus
  2. Merdeka belajar merdeka mengajar. Semoga kita bisa benar-benar mrldksansksn tugas kita sebagai guru sesuai UU tersebut.aMiin

    BalasHapus
  3. Guru yang pandai memanfaatkan peluang. Selamat utk guru-guru hebat.

    BalasHapus
  4. Pak D tulisannya selalu "wow". Super sekali

    BalasHapus

Pengikut Diksi

Beli Domain Banyak Discount

www.domainesia.com

Postingan Populer

Label

Recent Posts

Theme Support

Butuh bantuan kami untuk upload atau kustomisasi Template blog ini? Hubungi Saya dapatkan detail kustomisasi tema yang Anda butuhkan.