Mi Goreng Instan
Oleh Susanto
Sejak ditinggal istrinya ikut Kursus Pembina Pramuka Mahir seminggu lalu, Manto tinggal berdua bersama dengan anak lelaki, satu-satunya anak yang masih tersisa di rumah. Meskipun Manto jago memasak, sore itu ia ingin membeli lauk saja. Namun, apa lacur, hujan deras datang tiba-tiba mengguyur. Hingga lewat waktu maghrib, hujan belum juga mereda. Akhirnya, ia mengajak anaknya memasak mi goreng. Dua bungkus mi goreng instan mereka masak sesuai petunjuk pada kemasan. Separuh mi sudah dimakan sang putera, sisanya ingin ia masak kembali dengan menambah bumbu-bumbu: bawang merah, bawang putih, dan cabai rawit.
Bumbu-bumbu tambahan sudah digiling. Setelah minyak dalam kuali panas, bumbu pun ditumis. Sreng …! Uap mengepul memunculkan aroma gurih menyengat, sedap. Manto menambahkan air. Lalu, mi yang sejatinya sudah siap dimakan, ia masukkan ke dalam kuali. Sambil menunggu kuah mengering, ia masuk ke kamar melanjutkan menulis pentigraf yang baru ditulisnya satu paragraf. Lama juga memikirkan konflik agar nyambung dengan twist yang sudah direncanakan.
Begitu ide didapat, segera ia tulis kelanjutan cerita pentigrafnya. Lega hati Manto, cerpen yang sedang ia pelajari dan tekuni, akhirnya selesai juga. Dibacanya pentigraf itu berulang-ulang. Rasa puas menyelimuti hatinya. Setelah itu Manto keluar kamar. Setengah berlari ia menuju kuali. Asap putih mengepul menyelimuti mi instan yang sudah menghitam arang.