GOYANGIN KEPALA
Oleh Usdhof
Setiap pagi setelah Subuh aku selalu menjadi teman Pak Kyaiku. Bahkan kadang bisa menemani sampai malam, jika ada diskusi dengan teman-temannya. Karena aku, mereka bisa menahan kantuknya demi kepentingan umat.
Hingga di suatu siang di tengah hawa sejuk setelah hujan mengguyur, ada tamu yang asing bagiku. Sosok lelaki dengan memakai baju koko yang agak panjang selutut. Lelaki itu memprotes sebuah tradisi di masyarakat yang tak ada dasarnya. Lelaki itu menanyakan dasar dari menggelengkan kepala pada saat membaca tahlil. Pak Kyai tidak menjawab. Bahkan menawarkan minum. "Kopi atau teh?" Lelaki itu memilih diriku.
Beberapa menit kemudian, Pak Kyai membawaku dalam sebuah cangkir. Aromaku memancarkan energi bergas. Pak Kyai mempersilakan lelaki itu untuk menikmatiku sebelum menjawab pertanyaannya. Terdengar suara sruputan yang keras. Tetapi tiba-tiba tertahan dan aku dimuntahkan. "Pak Kyai! Apa tidak punya gula?" tanya lelaki itu. Pak Kyai menyampaikan maaf bahwa tadi lupa menggoyangkan sendoknya sehingga aku dan temanku, gula, tidak bisa bersatu memberikan kenikmatan. Mendadak lelaki itu mencelupkan jari telunjuknya ke cangkir. Mengaduk-aduk sambil menggoyangkan kepala. Aku Si Hitam dibuat pusing dengan laku lelaki itu.
Surabaya, 28 September 2021
Dari Grup Rumah Virus Literasi